Selasa, 29 Juni 2010

Jangan pernah kalah

Suatu ketika, mungkin kita pernah berfikir betapa berat dan kerasnya perjalanan hidup ini. Saat hati kita tak mampu lagi menahan beban masalah. Saat kita merasa lunglai, lemah dan berat melangkahkan kaki, merasa tak kuat dan bingung menghadapi berbagai suasana hidup yang sulit dan berat. Ketika kita tak lagi merasa mampu berdiri menopang beban berat yang harus dipikul.

Tidak, itu bukan tanda-tanda kelemahan yang patut disesali. Sebab manusia memang diciptakan dalam keadaan serba lemah. Tapi Allah berjanji tidak akan menimpakan beban masalah kepada seseorang, di atas batas kemampuan orang tersebut untuk memikulnya.


Buya Hamka pernah mengatakan, tingkat cobaan iman itu tak ubahnya dengan anak tanggayang bertingkat-tingkat. Tiap satu anak tangga dinaiki, datang dari bawah satu pukulan hebat mengenai tubuh orang yang mendaki. Kalau tangan kuat bergantung, kalau kaki kuat berpijak, dan kalau akal pikiran tetap waspada, pukulan itu malah akan mendorong menaikkannya ke anak tangga yang lebih tinggi. Tapi kalau tangan lemah, kaki tak kuat, akal hilang, pikiran kusut, maka pukulan itu akan dapat merobohkan. Yang paling disayangkan, kalau robohnya tidak hanya satu atau dua anak tangga, tapi jatuh kebawah melewati sejumlah anak tangga yang cukup banyak. Bahkan karena lemahnya, seseorang sulit untuk bangkit kembali. Naudzubillah..

Dalam ungkapan yang lain, Imam Hasan Al Basri mengatakan,”Ketika badan sehat dan hati senang, semua orang mengaku beriman. Tetapi setelah datang cobaan barulah diketahui benar tidaknya pengakuan itu. Orang yang ingin permintaanya cepat terkabul hari ini dan tidak sabar menunggu, itulah orang yang lemah iman.

Mari kita renungkan..

Memang, ada orang pintar yang hidupnya miskin, orang bodoh yang hidupnya kaya raya, pembela kebenaran hidup terisolir, orang kafir memiliki harta benda, berbidang-bidang tanah, orang Islam menjadi penyapu jalanan.

Tapi coba renungkan lagi..

Nabiyullah Ya’qub harus kehilangan anaknya, Yusuf yang sangat dicintainya. Bertahun-tahun kemudian, hilang pula anak lainn yang bernama Bunyamin. Ketika anak yang kedua itu hilang, karena ditangkap oleh aparat kerajaan Mesir yang sebenarnya adalah Yusuf sendiri, Ya’qub tetap tidak putus asa berharap kepada Allah. Dia hanya menerima kenyataan itu dengan harapan yang lebih besar, ” Semoga Allah mengembalikan anak-anaku semuanya.” (QS. Yusuf: 83). Katanya lagi, ”Sabarlah yang lebih baik, dan kepada Allah lah tempat meminta tolong.” (QS. Yusuf: 8 ).

Bagaimana penderitaan Nabi yusuf sendiri. Ia tidak disukai oleh saudara-saudaranya sejak kecil. Bahkan dilempar kedalam sumur yang gelap gulita. Diperdagangkan sebagai budak belian. Lalu dijebloskan kedalam penjara meski tak pernah melakukan kesalahan sedikitpun.

Lihat juga Nabi Musa as. Ia dilahirkan dalam kondisi sangat memprihatinkan. Dimasukan kedalam peti oleh ibunya dan dihanyutkan ke aliran sungai Nil karena takut dibunuh oleh Fir’aun. Setelah besar, diangkat menjadi Nabi, dan sekian lama menumpang dirumah ayah angkatnya sendiri, Fir’aun. Setelah itu datang petunjuk dari Allah bahwa ayah angkatnya itu adalah musuhnya. Allah membebani kehidupan yang begitu berat kepada Nabi Musa. Dari miskin dan dari bangsa yang miskin, menempuh perjuangan menghadapi kekafiran yang sangat kuat dan besar.

Lihatlah Nabi Ibrahim. Cobaan apa yang melebihi cobaan yang menimpa kekasih Allah itu? Imannya diuji dengan ujian yang beratnya tidak ada tandingannya. Diperintahkan untuk menyembelih anak kandung sendiri.

Mana yang lebih besar penderitaan kita dengan penderitaan Nabi Adam? Bersenang-senang dalam surga bersama istrinya, lalu diperintahkan untuk keluar. Dimana kesulitan kita bila dibandingkan dengan Nabi Nuh, yang menyeru umat pada Islam, sementara anak dan istrinya tidak mau menjadi pengikutnya? Bahkan ketika Allah memerintahkan untuk naik perahu, anaknya tetap menolak dan akhirnya hanyut terbawa banjir. Isa Al Masih pun seperti itu, Rasulullah Muhammad lebih-lebih lagi.

Pernahkah mereka mengeluh? Tidak. Mereka yakin bahwa iman kepada Allah menghendaki perjuangan, pengorbanan sekaligus keteguhan hati. Mereka tidak terlalu menuntut kemenangan lahir, karena mereka selalu menang di alam bathin. Mereka memikul beban berat, menjadi rasul Allah, memikul perintah Allah, dan karena itulah mereka menmpuh kesulitan. Pertama, untuk membuktikan kecintaannya kepada Allah, dan kedua untuk menggempleng bathinnya agar menjadi semakin kokoh.

Disitulah tersimpan kekuatan iman. Bukan pada sujud dan ruku’. Sujud dan ruku’ hanya laksana dahan yang bergantung pada batang keimanan. Dahan akan kurus, daun akan kering bila batang tak memiliki akar yang kuat, kokok dan tak mudah goyah diterpa angin dan badai. Dahan, ranting dan daun sangat tergantung pada supli makanan dari batang dan akar. Batang dan akar itulah substansi iman.

Saudaraku..

Jangan pernah kalah oleh beratnya cobaan hidup. Tidak semua permintaan kita harus dikabulkan. Karena Allah yang lebih mengenal bathin kita dari pada kita sendiri. Imam Ibnul Qayyim memberi permisalan, bahwa seorang anak belum pantas diberi uang lebih bila akalnya belum kuat. Teka-teki hidup ini sangat banyak. Jangan menyangka Allah lemah menolong hamba-Nya.

Lalu, kapan dan bagaimana pertolongan dan bantuan Allah itu? Ibnu ’Athaillah memberikan pengarahan yang sangat bagus dalam hal ini. ”Tampilkan dengan sesungguhnya sifat-sifat kekuranganmu niscaya Allah menolongmu dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan kehinaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kemuliaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan ketidakberdayaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kekuasaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan kelemahanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kekuatan-Nya.”

Pertolongan, bantuan, dukungan dan kemenangan dari Allah itu pasti. ”Adalah hak bagi kami menolong orang-orang beriman.” (QS. Ar-Ruum:47). Sedetikpun Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman. Dan, jika Ia berkehendak, tidak ada yang dapat menghalangi turunnya pertolongan dan bantuan Allah. Masalahnya hanya ada pada proses turunnya pertolongan dan bantuan itu. Karenanya, sekali lagi, jangan pernah kalah oleh cobaan.

Wallahu’alam bishawab

0 komentar:

Posting Komentar