Sabtu, 03 Juli 2010

Tapak Suran : Ritual Spesifik

ISTILAH Tapak Suran sering disalahartikan sebagai sekadar mengisi kegiatan pada bulan Sura. Sehingga esensi ungkapan tersebut lepas dari konsep supranatural. “Mengisi dengan kegiatan pada bulan Sura memang benar. Tapi kegiatannya, seharusnya historis atau memberikan nuansa keberuntungan kepada khalayak dengan menebar aura positif sekaligus membuang frekuensi yang tidak bermanfaat”, komentar Muhammad Bidron, spiritualis yang mampu mengukir rekor khitan hanya 40 detik.

Salah satu contoh konvensional, upacara adat memperingati perjuangan Demang Cokro Dikromo dalam usaha menyejahterakan masyarakat. Upacara diselenggarakan di Dusun Modinan, Banyuraden, Gamping Sleman setiap tanggal delapan Sura. Juga yang terjadi di Banyumas dengan upacara sedekah bumi yang bertujuan untuk Tolak Bala.

Tapak Suran berlaku selama bulan Sura. Di lingkungan keraton, malam Sura sudah diadakan lelaku. Tradisi Suran di Solo diisi acara Kirab Pusaka Pura Mangkunegaran dan Keraton Surakarta. Kiai Poh Jenggi dan tombak Kyai Slamet milik Mangkunegaran dikirabkan keliling istana, dikawal perajurit Mangkunegaran, dilanjutkan dengan semedi (meditasi) di Dalem Ageng sampai tengah malam.

Pusaka Kasunanan Solo terdiri atas sebuah kudi dan tombak. Kepercayaan sebagian masyarakat, pusaka yang dikirabkan mempunyai tuah keselamatan. Maka ketika iringan pusaka lewat dekatnya, banyak yang memberi hormat dengan menyembah.

Ada juga yang melaksanakan Tapak Suran dengan memanfaatkan vibrasi energi bunga dengan mandi bunga tujuh rupa pada tengah malam. Manfaat mandi bunga dapat dirasakan ketika seseorang sedang gelisah, tegang atau stres. Mengobati orang yang jiwanya terganggu, dimandikan air bunga. Termasuk orang yang seret jodoh, disarankan ikut ritual mandi bunga tujuh macam.

Secara tradisional, mandi bunga dapat dilakukan dengan memasukkan berbagai bunga sedang mekar penuh yang memiliki energi positif seperti mawar, melati, kenanga dan lainnya ke tempat berisi air bersih.

Biarkan air bunga itu terkena sinar matahari beberapa jam. Diamkan sejenak atau gunakan air bunga itu untuk mandi setelah airnya dingin. Air bunga itu dapat digunakan sebagai obat.

Untuk mempertahankan energinya, air dipindahkan ke dalam botol kedap cahaya. Untuk mempertahankan energinya, air bunga ditambah sedikit alkohol. Dr Bach membuktikan, setelah mandi bunga, foto aura menunjukkan perubahan yang lebih positif. Dari sisi mental, emosional maupun spiritual, cakra lebih aktif, aura pun lebih terang dan kuat.

Penelitian yang dilakukan ilmuwan spesialis aura itu ternyata sangat cocok dengan ritual kejawen spiritual di Indonesia, khususnya Jawa yang diselaraskan dengan Tapak Suran. Prinsip yang mencuat di permukaan, Tapak Suran afdol diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat umum, terutama yang sedang mengalami kemunduran nasib di segala bidang.

Dengan dalih itu pula, “Sayang kalau kita tidak memanfaatkan momentum yang hanya datang setahun sekali itu. Kalau dipercaya, kami bersama spiritual lain bermaksud menggelar Tapak Suran yang sarat dengan nuansa supranatural”, ungkap Muhammad Bidron yang malam Jumat 3 Maret mendatang menyiapkan diri membantu umat untuk menyerap energi alam, menyapu polusi gaib yang menyebabkan sial dan menormalkan sekaligus memperluas aura siapa saja yang butuh perbaikan nasib. Tentu, ritual tersebut komplet dengan doa yang diambil dari ayat suci, kidung kejawen dan mandi bunga tujuh rupa.

Baik konvensi daerah tertentu, keraton, paguyuban atau prive, Tapak Suran memang layak diselenggarakan dengan ritual spesifik. Bukan sekadar mengisi bulan Sura dengan kegiatan tertentu yang tidak ada kaitanya dengan keberuntungan peserta.

Tapak Suran yang bakal digelar Bayu Aji Bantul untuk yang pertamakali memang didesain sebagai ritual berburu keberuntungan, sehingga spiritualis yang dihadirkan bukan sekadar paranormal komersial yang memanfaatkan keterpurukan nasib sesama, tetapi praktisi yang cenderung lebih memperhatikan nasib umat, berdalih mengangkat derajat secara manusiawi dan dengan ilmu yang mereka miliki, berusaha menggiring peminat untuk lebih dekat dengan Tuhannya.

Kehadiran Kiai Muhammad Mudzakir yang dikenal sebagai ahli doa, Muhammad Bidron yang mengamalkan ilmu sejalan dengan metode Kanjeng Sunan Kalijaga serta spiritualis lain yang memanfaatkan disiplin Ascended Masters atau yang lebih dikenal sebagai Lightarian, bukannya tidak beralasan. “Sebagai pimpinan Bayu Aji, saya bertanggungjawab terhadap nasib rakyat kecil walau saya bukan orang pemerintah atau wakil rakyat. Tapi profesi saya sebagai pengelola lembaga penyelenggara kursus pengobatan tradisional yang berorientasi kedokteran timur, merasa berdosa kalau tidak dapat menolong sesama”, ungkap Djoko Sumpeno.

Maka, Tapak Suran yang bakal digelar merupakan pengejawantahan ritual tradisional yang memuat nuansa magis, logis dan agamis. Pendek kata, Bayu Aji berusaha mendekati esensi pemanfaatan aura awal tahun dengan acara yang bermanfaat untuk sesama, baik secara fisik, mental maupun spiritual.

Pada acara itu nanti, dijanjikan akan dijabarkan konsep sukerta, sengkala, Batara Kala, Kalacakra dan lainnya yang selama ini ditampilkan orang sebagai laku mistik yang tidak diketahui juntrungnya. Selama ini tidak seorang pun paranormal atau orang yang merasa dirinya paranormal, mampu menjabarkan identitas laku spiritual yang tidak menyimpang dari kaidah agama, sehingga peminat hanya ikut-ikutan. Malahan, ada yang merasa tertipu dengan kiprah upacara kejawen yang tidak memiliki kaidah islamiah sebagai dasar riadhonya.

Mudah-mudahan, “Peminat yang tidak kebagian kesempatan tidak kecewa, karena kali ini kami hanya menyediakan tempat untuk limapuluh orang berhubung terbatasnya tempat. Kami mohon maaf kalau memang mengecewakan”, papar Djoko Sumpeno yang menyatakan, Tapak Suran harus ada arti dan makna positifnya.

0 komentar:

Posting Komentar